Loading

LAKBAN / OPP TAPE MURAH DAN KUAT

Wednesday, March 27, 2013

Produk Lokal Booming di Pasar Global



Hati berbunga – bunga rasanya jika melihat batik digunakan pemimpin – pemimpin dunia seperti Presiden Amerika, Barrack Obama di pertemuan tingkat tinggi yang diselenggarakan di Indonesia. Yang membuat bangga adalah mereka memakainya dengan bangga juga dan kelihatan jadi ganteng semua para kepala negara itu. Apalagi kalau kita ke Bali dan Jogja, terharu rasanya para turis asing berseliweran menggunakan batik atau kain corak motif tradisional lainnya. Sebagai produk asli Indonesia, batik memang terlihat unik dan ditinjau dari desain, warna, potongan, tidak kalah dengan produk busana luar negeri.


Pertanyaannya, apakah produk – produk favorit yang universal dan digemari khalayak seperti batik, elektronik, peralatan rumah tangga, mebelair, kuliner nusantara atau bahkan komoditi biji – bijian seperti kopi dan kakao yang jelas keunggulan kualitasnya, mampu bertarung dengan memakai brand sendiri sebagai produk lokal di pasar global secara terbuka? Apakah ada, suatu saat nanti, produk – produk lokal bukan hanya mampu bersaing, tetapi juga tak terbendung membanjiri pasar dunia alias Produk Lokal Booming di Pasar Global?

Sebenarnya banyak produk buatan Indonesia yang mendominasi pasar dunia. Tapi sayang di sayang, walaupun di label ada tulisan kecil: made in Indonesia, tapi by nya bukan perusahaan orang Indonesia. Made in Indonesia by Nike, by Mark & Spencer, by Zarra dan by others lainnya. Minimal, kalau bisa ada semacam co-branding merek terkenal by perusahaan lokal, mungkin seperti beberapa produk kecantikan yang di produce Mustika ratu dan menjadi bagian dari produk international nya L Oreal.

Memang harus diakui, masuk dan diterima oleh pasar global seperti impian banyak produsen danpemasar Indonesia memang tidak mudah. Jika pun ada yang mampu ekspor dan memang sudah cukup banyak yang sustain sebagai produsen eksportir, tetapi banyak sekali perlakuan pasar yang menjadikan produk Indonesia hanya sebagai bagian mata rantai yang tidak dianggap penting bahkan hingga dirugikan.

Kalau dalam kamus pergaulan, biasanya pertemanan setengah hati karena positioning awal yang setengah hati juga. Kenapa bisa setengah hati? Macam – macam sebab dan alasannya. Tapi biasanya sih karena kurang Pede alias kurang percaya diri heuheu. Begitu juga yang terjadi dengan produk lokal di pasar global. Akibat dari banyak malu nya itu, maka jika di awal, penerimaan produk lokal di pasar global menjadi peristiwa yang menyenangkan dan membanggakan karena kita anggap ini sebuah awal untuk eksis, menjadi bagian dari aliansi bisnis startegis. Tetapi alih – alih sebuah aliansi strategis, ujungnya kita hanyalah pemasok dengan seabrek peraturan bisnis yang menguntungkan pihak lain dan merugikan pihak kita.

Kalau begitu terus, kenapa tidak dirubah saja strategi aliansi bisnisnya? Kenapa terus menganggap link diluar adalah solusi pemasaran mutlak agar produk lokal bisa eksis di pasar global? Aliansi strategis dimungkinkan hanya jika masing-masing pihak merasa diuntungkan. Upaya co-brandingmemiliki syarat utama: produk harus memiliki kompetensi kuat yang harus dibangun dengan membangun portofolio yang kuat dulu. Nah membangun produk lokal dengan kompetisi kuat, berarti sudah saatnya yang tadinya berkompetisi sendiri – sendiri, sekarang saatnya untuk berpikir membangun aliansi strategis terpadu dengan filosofi sapu lidi, jika yang kurus – kurus di bundle menjadi satu seperti sapu lidi, bukankah menjadi kuat?

Dilihat dari segi kualitas, sebenarnya banyak produk lokal yang kualitasnya di atas standar dunia. Produk furnitur Indonesia, umpamanya, tidak kalah jika diadu dengan merek-merek asing seperti Da Vinci atau Ikea. Plytron, tidak kalah dengan Sony, LG atau Sharp. Namun, karena produk lokaltidak memiliki brand portofolio, akhirnya perusahaan lokal hanya membuat dan menjual barangnyaatas pesanan brand luar dan tinggal pasang peneng serta packaging ber merk Sony, Nokia, Apple, Zarra, Starbucks dan lain nya.
Banyak sekali perusahaan lokal Indonesia hanya memproduksi barang tanpa merek dan dijual ke luar negeri. Bahkan tidak sedikit perusahaan yang hampir 90% produknya dijual ke perusahaan bermerk Internasional di Eropa, Amerika, Jepang dan Korea yang tragisnya, ketika sudah bermerk global, maka orang Indonesia berbondong – bondong membeli barang tersebut. Alhasil di garasi kita ada seperda, motor, mobil. Di lemari ada kaos merek Guess, Zarra atau Benneton. Di kulkas ada makanan dan minuman bermerk Nestle, Danone, Unilever yang semuanya itu asal muasalnya adalah produksi lokal dengan standar internasional. Hiks.

Sampai kapanpun bargaining power merek-merek lokal akan rendah. Selama tidak memiliki kompetensi, sulit bagi merek lokal berkompetisi dengan merek-merek yang sudah dikenal. Kualitas unggul bukan satu-satunya syarat memasuki pasar global. Yang lebih penting, bagaimanamengenali pasar luar negeri, lalu membuat formulasi strategi distribusi dan pemasarannya.

Boomong internet dan social media sebenarnya menjadi peluang produk lokal mengglobal. Sayangnya belum banyak yang memulai dengan memperkuat merk / brand portofolio dan mengoptimalkan media online sebagai strategi pemasaran utama. Wawasan dan visi masih didominasi dengan cara – cara pemasaran konvensional.Kalau dulu untuk studi banding desain, produksi atau distribusi pengusaha harus mengeluarkan biaya survei ke luar negeri, dengan adanya internet, kita bisa dengan sangat cepat dan murah dapat melihat perkembangan trend terbaru di manapun.

Selain faktor kreativitas dan kemampuan inovasi dari pembuat produk lokal yang harus ditingkatkan, peran pemerintah juga penting. Ah saya bosan kritik pemerintah terus. Paling kali ini saya hanya bilang soal startegi kebijakan ekspor impor saja yang harus di benahi sejalan dengan semangat produk lokal eksis di pasar global. Ya itu saja heuheu.

Jadi jelas toh, banyak sebenarnya langkah – langkah strategis yang bisa di tempuh untuk memulai mewujudkan produk lokal booming di pasar global. Psst bicara global, kadang kita suka lupa, yang paling cepat mengglobal itu sebenarnya life style. Life style itu awalnya Pede alias percaya diri dulu. Jadi jika ingin eksis diceruk luas life style ini, percaya diri dulu dengan produk yang akan di launching ke pasar dunia. Coba bayangkan jika Justine Beiber tour konser dengan kostum batik pekalongan? Atau Lady Gaga, kemana – mana nenteng botol kiranti. Paris Hilton kalau masuk angin minum tolak angin seperti Pak Dahlan Iskan yang suka rela jadi bintang iklan produk lokal goes international. Nah berhasil itu namanya, produk lokal booming di pasar global. Siip?

Konsultan Kreatif

0 comments:

Click Button Below to Save As PDF

Pertumbuhan PDB per kapita (% tahunan)

Template by : kendhin x-template.blogspot.com