Loading

LAKBAN / OPP TAPE MURAH DAN KUAT

Wednesday, March 27, 2013

Reputasi Indonesia di Era Globalisasi



Upaya pemerintah dalam memperkuat ketahanan ekonomi nasional melalui program pembangunan ekonomi domestik merupakan kunci dari reputasi Indonesia di era globalisasi. Semenjak kesepakatan perdagangan bebas CAFTA 3 tahun yang lalu, reputasi Indonesia di era globalisasi ini betul – betul dipertaruhkan dan faktanya hingga hari ini, kita masih kesulitan menyususun tuntas puzzle menjadi gambaran roadmap yang jelas, mulai dari mana, mau kemana, mana yang utama, mana yang kemudian, sehingga puzzle tidak kunjung tersusun karena masih asyik bongkar pasang.


Biasanya untuk menyususun bagian – bagian detail menjadi satu kesatuan, harus mempunyai kemampuan arsitektural dan daya imajiner dan kecerdikan analisa makro dengan pengetahuan mikro terpadu ditambah kepercayaan diri yang tinggi yang hanya ada pada jiwa yang besar. Sederhananya, Seseorang yang melihat pemandangan dari atas gunung tentu berbeda dengan yang melihat dari bawah. Sehingga, sehebat apapun negara lain berjaya di era globalisasi ini, belum tentu cocok untuk ditiru mentah – mentah. Gunungnya China kan beda dengan gunung di Indonesia, apalagi Singapura, tidak punya gunung, tapi ber visi seperti mempunyai gunung tertinggi.

Kenapa ujungnya kita jadi peniru? Karena merasa sudah kalah bersaing. Meniru menjadi cara yang dianggap paling baik agar bisa menjadi seperti yang ditiru. Tetapi jelas, saat kita menjadi seperti yang diinginkan, maka yang kita tiru sudah jauh meninggalkan kita menjadi lebih baik. Makanya reputasi Indonesia di era globalisasi ini selalu berada in betwen, tidak urutan pertama tapi tidak juga urutan terakhir. Apa tidak boleh sama sekali meniru keberhasilan negara lain? Boleh, asal meniru hanya sebagai bagian proses berinovasi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan mengatasi yang kita tiru.

Siapa bilang China tidak bisa dilawan karena negaranya besar? Siapa juga bilang Singapura harus lestari menjadi lokomotif perekonomian Asia Tenggara? Coba kita lihat keunggulan populasi China saat ini. Jika berpikirnya mau tawuran, ya mungkin kita kalah banyak. Tetapi kenapa tidak berpikir besarnya populasi China sebagai peluang strategis invansi produk – produk nasional? Karena berpikirnya terbalik, maka yang ada, Indonesia justru diserbu oleh 1001 produk – produk made in China. Persoalannya karena belum apa – apa kita sudah merasa kalah bersaing dan harus meniru sang juara sebelum bertanding. Kalau kita merasa tidak mampu bersaing dalam soal biaya produksi, kehandalan SDM dan kemampuan inovasi, ngapain juga sok – sok an mau bertanding? Ibarat PSSI latihan 4 hari harap menang dengan tim sepakbola Arab Saudi yang sudah berlatih berbulan – bulan?

Kenapa juga mau bersaing jika kita fasilitasi lawan dengan pasokan sumber daya alam kita yang melimpah. Sudah jelas China membutuhkan energi yang besar untuk menggerakkan roda industrialisasinya, kenapa juga batu bara kita jor – joran diimpor murah meriah ke China. Demikian salah satu contoh saja.

Lalu Singapura? Tanya saja Lee Kwan Yew dan DR. Mahatir Muhammad. Sesungguhnya beberapa dekade yang lalu, Singapura menjadi murid bagi sang guru, Indonesia Raya. Singapura banyak belajar seperti Malaysia banyak belajar dari Indonesia. Saat inipun tidak semua yang dirancang Singapura menunjukkan keberhasilan. Tapi karena reputasinya memang sudah bagus, jadi beberapa kegagalan tidak dihitung mengurangi reputasi yang ada. Banyak kok contoh kegagalan mendasar yang dilakukan pemerintah Singapura. Mari kita lihat, supaya jiwa bangsa ini sedikit membesar, tidak silau dengan reputasi orang lain dan lupa membangun reputasi bangsanya sendiri:

1. Singapura Maju bukan karena demokrasinya yang maju. Singapura adalah salah satu negara paling otoriter di dunia. Celakanya, Singapura selalu memprovokasi Indonesia agar selalu meningkatkan iklim keterbukaan dengan dalih pasar bebas, barang siapa yang terlalu memproteksi dunia usaha domestik dengan kebijakan dan peraturan, maka dia akan tertinggal, begitu yang selalu Singapura katakan. Coba jalan – jalan ke Singapura, Lihat bagaimana pemerintah begitu menjaga pertumbuhan pelaku usaha tempatan dengan pemberian insentif dan fasilitas premium bagi siapa saja pelaku usaha warga Singapura yang mau maju dan berinovasi. Sampai pengusaha yang impor tempe dari solo, kemudian dengan sedikit sulap mengganti packaging, jadilah tempe made in Singapore berhak paten Singapura.

2. Dunia pendidikan di Singapura saat ini sedang menghadapi krisis paling fundamental. Banyak orang tua di Singapura khawatir dengan masa depan kejiwaan anak – anak mereka yang bersekolah. Kurikulum dan implementasi pendidikan tidak ubahnya seperti pabrik. Anak – anak di Singapura menjadi syndrom: What Happen If I Fail? Kegagalan pendidikan di Singapura adalah menciptakan manusia yang takut untuk gagal. Kenapa saya bilang fundamental, karena gagal adalah bagian mutlak dari kehidupan. Artinya manusia Singapura hari ini adalah manusia yang gagal belajar hidup, gagal lulus dari universitas kehidupan. Pelajar di Singapura mungkin hebat dalam berdebat soal berbagai teori terbaik, tetapi apa yang terjadi jika realitas kegagalan di depan mata? Itulah kenapa anak – anak di Jepang dan Korea, karena turun rangking di kelas, bisa nekad memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan terjun dari apartemen. Dan tahu tidak? Pendidikan kita saat ini sedang giat – giatnya menerapkan sistem pendidikan ala Singapura.

3. Di era 80 an, pemerintah Singapura menjanjikan limpahan rejeki dari kebijakan investasi dan re enginering industrialisasi Singapura asal Indonesia mau menyiapkan daerah terdekatnya untuk membangun kawasan ekonomi eksklusif yang dapat menopang relokasi industri di Singapura yang memang tidak mungkin lagi di bangun disana karena keterbatasan lahan. Dengan iming – iming tersebut, segeralah di persiapkan Batam disusul dengan pulau Bintan dan Karimun dengan berbagai kemurahan hati bagi investasi asing yang masuk melalui Singapura. Mulai dari pajak yang rendah, pengurusan perizinan yang istimewa hingga dibolehkan investasi asing dengan kepemilikan asing 100%!

Tapi apa yang terjadi kini? Kebaikan Indonesia hanya dimanfaatkan Singapura untuk mendirikan pabrik dengan nilai tambah yang rendah bagi daerah tempatan. Alih – alih Batam mau seperti Singapura, Batam hanya meraih retribusi alakadarnya dengan pabrik – pabrik kepemilikan Singapura yang berproduksi murah dan dijual kembali ke wilayah lain di Indonesia dengan mahal. Pabriknya memang di Batam, tetapi Kantor pusat tetap di Singapura. Limbahnya buat Batam, Keuntungannya buat Singapura. Belum lagi bicara limbah sosial seperti perjudian dan pelacuran yang menjadi saluran orang Singapura untuk having fun karena memang di Singapura tidak diperbolehkan. Batam adalah kegagalan janji Singapura dan kegagalan kreatif Indonesia yang mau saja diatur Singapura untuk mengeksploitasi sumberdaya bangsa sendiri untuk makin memperkuat negara lain. Kalau bicara reputasi, apa bukan reputasi buruk?

4.  Karena merasa sukses mengakali Indonesia dengan pemberdayaan Batam, maka Singapura mulai mengembangkan pola yang sama kenegara – negara lain. Melihat China yang sedang menggeliat bangun, maka dengan diplomasi tingkat tinggi dan sesama pemilik bahasa dan wajah yang sama, maka Singapura mengeluarkan jurus rayuan maut. kawasan industri Suzhou secara resmi dioperasikan pada 12 Mei 1994, daerah industri perkotaan suburban paling kontroversial. Proyek usaha patungan di Cina terbesar kedua dalam perhitungan biaya (US $ 20billion) dan luas lahan (70 km2). Hal ini diproyeksikan untuk ditempati oleh 600,000 penduduk.

Joint Venture yang terlibat konsorsium investor Singapura dan China Industrial Park Development Company (CSSD). konsorsium Cina terdiri dari 12 organisasi pemerintah Cina yang memegang 35 persen saham di CSSD. Singapura konsorsium yang terdiri dari 24 perusahaan yang memiliki hubungan dengan pemerintah, SEDB dan JTC International, dan dua organisasi yang terlibat dengan kawasan industri lainnya, SembCorp Industries. CSSD sendiri dikendalikan oleh badan yang dibentuk oleh pemerintah daerah, yaitu Suzhou Industrial Park Komite Administrasi (SIPAC). Singkat cerita, karena China adalah mbah nya Singaporeans kebanyakan, ternyata China tidak bisa dikibuli seperti Singapura mengibuli Batam. Lambat laut tapi pasti China memperlihatkan wujud raksasa yang sebenarnya dan tidak mau dipermainkan oleh negara kecil transito dari Asia tenggara. China mengambil alih mayoritas saham dan pengelolaan sepenuhnya, hingga kini kawasan tersebut menjadi kawasan ekslusif paling diminati industri bernilai tambah tinggi dari Amerika dan negara – negara di Eropa. Kegagalan Singapura di China, seharusnya menjadi pembelajaran Indonesia untuk meninjau kembali kemurahan hati yang berbalas manfaat yang terlalu sedikit dari batam menjadi penopang industri Singapura.

Demikian sekelumit kisah mitra andalan perekonomian Indonesia yang saat ini mempunyai reputasi bagus sekaligus reputasi yang bisa kita pertanyakan. Mungkin semangat inovasi tiada henti yang diperlihatkan China dan Singapura bisa kita jadikan pelajaran, tetapi selebihnya? Bangsa ini bangsa besar dengan potensi membangun reputasi kelas dunia nomer wahid. Mari kita kaji lagi (setelah kaji melulu berulang kali heuheu) strategi kita menyusun puzzle potensi bangsa ini. Jangan terburu – buru menyusun apapun sebelum yakin benar dengan Visi, Misi Nilai tambah, strategi dan tujuan pembangunan reputasi bangsa di era globalisasi ini. Reputasi berbasis Inovasi.

Konsultan Kreatif

0 comments:

Click Button Below to Save As PDF

Pertumbuhan PDB per kapita (% tahunan)

Template by : kendhin x-template.blogspot.com